Selasa, 19 April 2016

DIMENSI KEADILAN DALAM EPISTIMOLOGI AKUNTANSI SYARIAH




Menurut  Yuri  Ijiri,  bahwa akuntansi mempunyai tujuan ganda yang secara prinsip dibedakan menjadi dua; (a) Equity  accounting,  yaitu  untuk  melindungi ekuitas  pihak-pihak  yang  berkepentingan dengan perusahaan. (stakeholder) (b) Operational accounting, yaitu untuk memberikan informasi guna pengambilan keputusan usaha. Bentuk akuntansi banyak dipengaruhi oleh paradigma yang mendasarinya dan juga dipengaruhi oleh sitem ekonomi,  politik,  sosila dan budaya di mana akuntansi tersebut dipraktikkan.. Paradigma yang berbeda dapat menghasilkan bentuk akuntansi yang berbeda. Dalam wacana akuntansi sampai saat ini terdapat paradigma positivisme, paradigma normative, paradigma interpretivisme, paradigma kritis, kemudian belakangan muncul paradigma postmodernisme dan pardigma Islam.
Dalam syariat Islam dengan jelas dan tegas telah mengatur prinsip kepemilikan yang meliputi : pemanfaatan kekayaan, pembayaran zakat, penggunaan yang berfaedah, penggunaan yang tidak merugikan, pemilikan yang sah, penggunaan berimbang, pemanfaatan sesuai dengan hak, dan kepentingan kehidupan.
Dalam kaitan tersebut,  akuntansi syariah  mencoba  membangun sebuah epistimologi ilmu Akuntansi yang berdemensi ruhaniah dan berpihak pada keadilan ekonomi. Dalam konstruksinya akuntasi syariah menggunakan metafora amanah dan metafora zakat. Konsekwensinya, akuntansi syariah dibangun berdasarkan  pada konsep nilai zakat. Konsep dan nilai zakat ini diartikan secara lebih spesifik sebagai sebuah metode untuk menjabarkan  filosofi keadilan dalam Islam.
Secara  teknis,  akuntansi syariah  masih  melakukan  sin gkritisme(mencangkok) dengan metode akuntansi konvensional,  namun ditingkat epistimologis konsep - konsep  yang  coba  ditawarkan  dapat  memberi  warna  tersendiri  dalam  perkembangan  ilmu akuntansi yang secara konsep berbeda ditingkat epistimologis dengan akunta nsi konvensional.


Daftar Pustaka : Abdel-Fattah A.A Khalil, Colin Rickwood, Victor Murinde, 2000, Agency Contractual Problem in  Profit-Sharing  (Mudharabah)  Finacing  Practices  by  Interst -Free  Bank,  Departement  of Accounting and Finance, Brimingham Business School, The Universitas Birmingham, Edgbaston United Kingdom.

PENGARUH GENDER, PEMAHAMAN KODE ETIK PROFESI AKUNTAN TERHADAP AUDITOR JUDGMENT




Professional auditor judgment merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan audit (Arum, 2004). Hal  tersebut,  karena  hasil  akhir pekerjaan audit tergantung pada auditor judgment. Dari literatur cognitive psychology dan literatur marketing dinyatakan bahwa gender sebagai faktor level individual dapat berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan judgment dalam kompleksitas tugas. Perempuan dapat lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dibandingkan laki-laki dikarenakan perempuan lebih memiliki kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan, laki-laki kurang mendalam dalam menganalisis inti dari suatu keputusan.
Seorang auditor melakukan  pengambilan  keputusan audit atau yang biasa disebut auditor judgment mulai dari penerimaan tugas audit sampai dengan pemberian opini audit. Di dalam keputusan manajer akan membuat tipe-tipe keputusan yang berbeda sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada, antara lain ; (a) keputusan yang diprogramkan dan yang tidak diprogramkan, (b) keputusan yang dibuat di bwaha kondisi kepastian, risiko dan ketidakpastian.
Auditor  judgment  dilakukan mulai dari awal audit yaitu penerimaan penugasan audit sampai dengan pemberian opini terhadap suatu laporan keuangan. Kepatuhan terhadap kode etik, sama seperti semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman atau persepsi terhadap kode etik. Salah satu faktor yang menentukan auditor judgment adalah kemampuan untuk membenarkan penilaian Auditor. Bukti inilah yang digunakan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Sehingga dapat  dikatakan  bahwa  Auditor judgment ikut menentukan hasil akhir dari pelaksanaan audit. Judgment auditor dipengaruhi oleh pengalaman audit meskipun tidak selalu diikuti oleh preferensi auditor.
            Seorang  auditor  yang bertindak baik atau etis dalam melaksanakan tugasnya adalah auditor yang memenuhi kewajibannya, yaitu patuh terhadap kode etik akuntan akan meningkatkan kemampuan menilai ada tidaknya permasalahan etika pada lingkungan  pekerjaannya,  serta membuat    pertimbangan-pertimbangan di   dalam   mengambil   tindakan   yang dapat dibenarkan secara etika. Dengan patuh terhadap kode etik akuntan, seorang auditor diharapkan dapat bertindak secara profesional. Salah satu satu tindakan yang profesional adalah tindakan yang dapat dibenarkan secara etika. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Pflugrath, Bennie dan Chen (2007) yang menyatakan bahwa adanya kode etik memperbaiki kualitas auditor judgment.


Daftar Pustaka : Abdolmohammadi, M. dan A. Wright. 1987. An examination of the effects of experience and task complexity on audit judgments. The Accounting Review 62 (January): 1-13.