CSR
(Corporate Social Responsibility) adalah suatu konsep atau tindakan yang
dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap
social maupun lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada, seperti
melakukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar dan menjaga lingkungan, memberikan beasiswa untuk anak tidak mampu di
daerah tersebut, dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk
membangun desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk
masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan
tersebut berada. Corporate Social
Responsibility (CSR)
merupakan sebuah fenomena dan strategi yang digunakan perusahaan untuk
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.
CSR dimulai sejak era dimana
kesadaran akan sustainability
perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan.
Menurut Hackston dan Milne (1996), tanggung jawab sosial perusahaan
sering disebut juga sebagai corporate social reporting, social accounting,
social disclosure atau corporate social responsibility merupakan proses
pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi
terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara
keseluruhan.
Menurut Untung (2008) Alasan utama pengungkapan sosial
dilakukan dalam tanggung jawab perusahaan adalah agar pihak investor dapat
melakukan suatu informed decision
dalam pengambilan keputasan investasi. Juga hal ini dilakukan perusahaan untuk
memperoleh nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan
termasuk dari penggunaan sumber-sumber sosial (social resources).
Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokan
menjadi dua bagian yaitu pengungkapan yang sifatnya wajib (mandatory disclosure), yaitu pengungkapan yang merupakan ketentuan yang harus di ikuti oleh
setiap perusahaan atau institusi yang berisi tentang hal-hal yang harus
dicantumkan dalam laporan keuangan menurut standar yang berlaku. Dan pengungkapan
yang sifatnya sukarela (voluntary
disclosure) yaitu pengungkapan yang bersifat sukarela dan standar pelaporan
pertanggungjawaban sosialnya masih belum memiliki standar baku atau belum
diatur secara tegas dalam PSAK, sehingga jumlah dan cara pengungkapan informasi
sosialnya bergantung kepada kebijakan dari pihak manajemen perusahaan.
Menurut
Anggusti (2010:39), cara pandang perusahaan melaksanakan CSR umumnya
diklasifikasikan dalam tiga kategori.
1.
Sekedar basa basi dan
keterpaksaan. CSR diterapkan lebih karena tekanan faktor eksternal.
2.
Sebagai upaya untuk memenuhi
kewajiban (compliance). CSR diimplementasikan
karena memang ada regulasi, hukum dan aturan yang memaksanya.
3.
Bukan lagi sekedar kewajiban, tapi
lebih dari sekedar kewajiban (beyond
compliance). CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang
tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa
tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit
demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
Pengungkapan
tanggung jawab sosial dapat diukur dengan proksi Corporate
Social Responsibility Disclosure Index (CSRDI)
berdasarkan Global Reporting Initiatives (GRI) yang diperoleh dari website
www.globalreporting.org. Indikator
GRI ini terdiri dari tiga fokus pengungkapan, yaitu ekonomi, lingkungan dan
sosial sebagai dasar sustainability. Pengukuran CSRDI dalam penelitian
ini mengacu pada penelitian Marpaung (2009) yang mengelompokan informasi CSR ke
dalam kategori: masyarakat, konsumen dan tenaga kerja, karena item-item
pengungkapan CSR di dalamnya sangat cocok dijadikan pengukur variabel dependen.
Kategori pengungkapan CSR terlampir pada daftar kategori pengungkapan corporate
social responsibility yang terlampir dalam lampiran ii. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan content analysis dalam mengukur variety
dari CSRDI. Pendekatan ini pada
dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam
instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak
diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh
keseluruhan skor untuk setiap perusahaan.
Karakteristik Perusahaan
dalam Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda satu
entitas dengan entitas lainnya. Menurut Lang and Lundholm dalam
Anggraini (2006) “karakteristik perusahaan meliputi antara lain struktur
permodalan, pemilik saham, profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan,
struktur kepemilikan, sektor perusahaan, status perusahaan, dan lain-lain.”
Dalam penelitian ini karakterisitik perusahaan yang
mempengaruhi pengungkapan sosial diproksikan ke dalam ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran
dewan komisaris, dan tingkat financial leverage.
Ukuran Perusahaan
Menurut Mulianti (2010), ukuran perusahaan mempunyai
pengaruh penting terhadap integrasi antar bagian dalam perusahaan, hal ini
disebabkan karena ukuran perusahaan yang besar memiliki sumber daya pendukung
yang lebih besar dibanding perusahaan yang lebih kecil. Pada suatu perusahaan
yang kecil maka kompleksitas yang terdapat dalam organisasi juga kecil. Perusahaan
kecil sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang
menguntungkan, sedangkan perusahaan besar dapat mengakses pasar modal.
Ukuran perusahaan merupakan variabel yang
digunakan untukmenjelaskan pengungkapan sosial
yang dilakukan perusahaan dalamlaporan tahunan yang dibuat.
Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada
perusahaan kecil. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar
yaitu tekanan untuk melakukan pertanggung jawaban sosial daripada perusahaan
kecil. Teori agensi menyatakan
apabila ukuran perusahaan lebih besar, maka
biaya keagenan yang dikeluarkan juga lebih besar, sehingga untuk
mengurangi biaya keagenan tersebut perusahaan akan cenderung mengungkapkan
informasi yang lebih luas. Perusahaan yang lebih besar akan mendapat sorotan
yang lebih banyak dari masyarakat sehingga
pengungkapan yang lebih besar merupakan cara untuk mengurangi biaya politis
sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaaan (Sembiring, 2005).
Tingkat
Profitabilitas
Profitabilitas
merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Munawir, 2004).
Bila perusahaan ingin tetap hidup untuk dapat tumbuh dan berkembang, maka
perusahaan harus memperoleh laba atau dengan kata lain perusahaan harus berada
dalam keadaan yang menguntungkan (profitable).
Menurut
Heinze dalam Hackston dan Milne (1996), profitabilitas merupakan faktor yang
membuat manajemen menjadi bebas
dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang
saham, sedangkan menurut teori keagenan mengatakan semakin besar perolehan laba
yang didapat, semakin luas informasi sosial yang diungkapkan perusahaan. Itu
dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang muncul. Hal ini berarti, semakin
tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan
informasi sosialnya
Tingkat Financial Leverage
Menurut Kasmir (2009:150), “leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan
untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek atau jangka panjang”.
Rasio leverage digunakan untuk
memberikangambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga
dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu hutang.
Dalam perjanjian terbatas seperti perjanjian hutang yang
tergambar dalam tingkat leverage dimaksudkan membatasi kemampuan manajemen untuk
menciptakan transfer kekayaan antar pemegang saham dan pemegang obligasi.
Tambahan informasi seperti informasi
sosial diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap
dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Meek, et.al dalam Sulastini
(2007)). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk
melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan leverage yang rendah.
Ukuran
Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan
mekanisme pengensalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor
tindakan manajemen puncak. Komposisi individu yang bekerja sebagi anggota dewan
komisaris merupakan hal penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara
efektif (Fama dan Jasen dalam Sitepu 2009).
Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside
director yang akan memiliki akses informasi khusus yang berharga dan sangat
membantu dewan komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam
keputusan pengendalian. Sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah
mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan
bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab
mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002).
Menurut Coller dan Gregor dalam Sitepu (2009) menyatakan bahwa semakin besar
anggota dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan
memonitoring, sehingga yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen akan
semakin besar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Beasly (2000).
Intensitas Research and Development (R&D)
Financial
Accounting Standard no.
2 dalam Wilson dan Campbell (1992) mendefinisikan Research (Penelitian)
ialah sebagai perencanaan atau investigasi kritis yang ditujukan untuk penemuan
pengetahuan dengan harapan pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam
mengembangkan produk atau jasa baru atau proses, teknik baru atau mewujudkan
perbaikan yang signifikan untuk proses atau produk yang sudah ada.
Sedangkan, Developmen (Pengembangan)
merupakan terjemahan temuan penelitian atau pengetahuan lain ke dalam rencana
atau desain produk baru atau proses baru untuk peningkatan yang signifikan pada
produk atau proses yang sudah ada, baik rencana atau desain tersebut akan ditujukan untuk penjualan atau digunakan.
Dalam
Standar Akuntansi Keuangan (SAK No.20)diungkapkan lebih jauh lagi pengertian riset sebagai penelitian yang
orisinil dan terencana yang dilaksanakan dengan harapan memperoleh pengetahuan
dan pemahaman teknis atau ilmiah yang baru sedangkan pengembangan diartikan
sebagai penerapan hasil riset atau pengetahuan lain ke dalam suatu rencana atau
desain untuk menghasilkan bahan, alat, produk, proses, sistem atau jasa,
sebelum dimulainya produksi komersial atau pemakaian. Dengan demikian, esensi dari R&D
dapat diartikan sebagai sebuah studi tentang ide-ide, metode, produk atau jasa
dengan tujuan untuk menciptakan produk atau proses baru, memperbaiki produk
yang ada, dan menemukan pengetahuan baru yang dapat bermanfaat dimasa depan
(Arifian, 2011) R&D merupakan pengembangan produk agar perusahaan
mendapatkan keunggulan kompetitif. Patent, Hak Cipta dan Trademark menunjukan keberhasilan perusahaan dalam R&D dimana
hal tersebut juga menunjukan reputasi suatu perusahaan sebagai bagian dari
aktiva tak berwujud, sehingga R&D sangat penting bagi sebuah perusahaan
untuk tetap bertahan dan bersaing dalam perubahan industri.
Para investor akan melihat sebuah perusahaan yang sehat
dengan menilai R&D dalam mengevaluasi kinerja masa depan terutama ketika
mengevaluasi sebuah investasi jangka panjang sehingga akan banyak perusahaan
mengalokasikan dana yang cukup besar untuk penelitian dan pengembangan guna
menciptakan produk atau proses baru, memperbaiki produk yang ada, dan menemukan
pengetahuan baru yang dapat bermanfaat untuk dimasa depan. Selain itu R&D
dalam hal ini juga memiliki makna yang luas, tidak hanya terbatas pada pengembangan
dan penemuan produk baru, akan tetapi R&D dapat dilakukan pada
sektor-sektor lain yang membutuhkan inovasi atau peningkatan efektivitas
seperti riset pemasaran dan pengembangan SDM.
Alasan yang mendasari keterkaitan
R&D dalam mempengaruhi CSR adalah karena produk, jasa maupun proses baru
yang diciptakan perusahaan melalui R&D tidak hanya berorientasi pada profit
saja, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Hal itu berarti,
aspek lingkungan dan sosial yang dilakukan perusahaan melalui R&D sejalan
dengan prinsip CSR. Variabel R&D menjadi salah satu faktor yang perlu
diperhatikan karena memiliki pengaruh terhadap CSR. Variabel ini menjadi
menarik untuk diteliti setelah sebelumnya McWilliams dan Siegel (2000)
menemukan bukti adanya hubungan R&D dengan CSR ketika mereka melakukan
penelitian mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan perusahaan.
Kegiatan
CSR akan menjamin keberlanjutan bisnis yang dilakukan. Hal ini disebabkan
karena :
1.
Menurunnya
gangguan social yang sering terjadi akibat pencemaran lingkungan, bahkan dapat
menumbuh kembangkan dukungan atau pembelaan masyarakat setempat.
2.
Terjaminnya
pasokan bahan baku secara berkelanjutan untuk jangka panjang.
3.
Tambahan
keuntungan dari unit bisnis baru, yang semula merupakan kegiatan CSR yang
dirancang oleh korporat.
Adapun
5 pilar yang mencakup kegiatan CSR yaitu:
1.
Pengembangan
kapasitas SDM di lingkungan internal perusahaan maupun lingkungan masyarakat
sekitarnya.
2.
Penguatan
ekonomi masyarakat sekitar kawasan wilayah kerja perusahaan.
3.
Pemeliharaan
hubungan relasional antara korporasi dan lingkungan sosialnya yang tidak
dikelola dengan baik sering mengundang kerentanan konflik.
4.
Perbaikan
tata kelola perusahaan yang baik
5.
Pelestarian
lingkungan, baik lingkungan fisik, social serta budaya.
Undang
Undang No. 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat (2) tentang Perseroan Terbatas
mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan aktivitas tanggung jawab sosialnya
dalam laporan tahunan. Namun demikian, item-item CSR yang diungkapkan
perusahaan merupakan informasi yang masih bersifat sukarela (voluntary).
Menurut
Gray, Owen, dan Maunders (1988) dalam Sulistyowati (2004), tujuan pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan adalah :
a.
Untuk
meningkatkan image perusahaan.
b.
Untuk
meningkatkan akuntabilitas suatu organisasi, dengan asumsi bahwa terdapat
kontrak sosial antara organisasi dengan masyarakat.
c.
Untuk
memberikan informasi kepada investor.
Sedangkan
menurut Zadex (1998:1426) dalam Sulistyowati (2004), alasan perusahaan
melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial adalah :
a.
Untuk
memahami apakah perusahaan telah mencoba mencapai kinerja sosial terbaik sesuai
yang diharapkan.
b.
Untuk
mengetahui apa yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan kinerja sosial.
c.
Untuk
memahami implikasi dari apa yang dilakukan perusahaan tersebut.
Darrough (1993) dalam Binsar H. Simanjuntak dan Lusy
Widiastuti (2004) mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya
dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan
wajib (mandatory disclosure) adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh
lembaga yang berwenang (Pajak, Undang-Undang, SAK, maupun BAPEPAM). Jika
perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela,
pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya. Sedangkan
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan butir-butir
yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan, mencangkup lingkungan, energi,
kesehatan dan keselamatan kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, krterlibatan
masyarakat dan umum (Hackson dan Milne 1996 dalam Sembiring 2003).
Menurut Gray et.al., (1995b) dalam Sembiring (2003) ada dua
pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan mungkin diperlukan sebagai suplemen dari aktivitas
akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat
keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan.
Pendekatan alternatif kedua dengan meletakan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan
organisasi. Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi sumber utama kemajuan
dalam pemahaman tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan
sekaligus merupakan sumber kritik yang utama terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan.
Komitmen perusahaan dalam melaksanakan, menyajikan, dan
mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan memberi manfaat
bagi perusahaan. Manfaat yang diperoleh perusahaan adalah (1) profitabilitas
dan kinerja keuangan perusahaan akan semakin kokoh; (2) meningkatnya
akuntanbilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor, kreditor,
pemasok, dan konsumen; (3) meningkatnya komitmen etos kerja, efisiensi dan
produktivitas karyawan; (4) menurunnya
kerentanan gejolak sosial dan resistensi komunitas sektiar karena merasa
diperhatikan dan dihargai perusahaan; (5) meningkatnya reputasi, corporate
branding, goodwill (intangible asset) dan nilai perusahaan dalam jangka panjang
(Lako, 2010:103).
Gray et al., (2001) dalam Rakhiemah dan Agustia (2009)
menyatakan bahwa CSR Disclosure merupakan suatu proses penyedia informasi yang
dirancang untuk mengemukakan masalah seputar social accountability, yang mana
secara khas tindakan ini dapat dipertanggungjawabkan dalam media-media seperti
laporan tahunan maupun dalam bentuk iklan yang berorientasi sosial.
Pengungkapan CSR merupakan pengungkapan suatu informasi mengenai aktivitas
sosial yang dilakukan perusahaan yang diharapkan dapat mempengaruhi persepsi
masyarakat terhadap perusahaan dan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
Gray et. al., (1995b) ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
1.
Pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai suatu suplemen
dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan
menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab
sosial yang dilaporkan.
2.
Peletakkan
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran
informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi. Pandangan yang lebih luas
ini telah menjadi sumber utama kemajuan dalam pemahaman tentang pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dan sekaligus merupakan sumber kritik yang
utama terhadap pengungkapan tanggung jawab social perusahaan.
CONTOH KASUS:
Contoh
perusahaan yang menerapkan CSR adalah PT PLN (Persero).
PLN
telah “berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik menjadi pendorong
kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan”,
PLN bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga aspek dalam penyediaan listrik,
yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, PLN mengembangkan Program
Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud nyata dari Tanggungjawab
Sosial Perusahaan Wewenang dan tanggung jawab Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT PLN (Persero),
mencakup di antaranya:
- Menyusun dan melaksanakan kebijakan pemberdayaan masyarakat di lingkungan perusahaan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan dan CSR dengan lingkup kegiatan Community relation, Community Services, Community Empowering dan Pelestarian alam.
- Menyusun dan melaksanakan program kepedulian sosial perusahaan.
- Menyusun dan melaksanakan program kemitraan sosial dan bina UKM dan peningkatan citra perusahaan.
- Memastikan tersedianya dan terlaksananya program pelestarian alam termasuk penghijauan dan upaya pengembangan citra perusahaan sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance.
Pelaksanaan
Program Tanggung
Jawab Sosial Perusahan (CSR) :
a.
Community
Relation
Kegiatan ini menyangkut pengembangan
kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait.
Beberapa kegiatan yang dilakukan PLN antara lain: melaksanakan sosialisasi
instalasi listrik, contohnya melalui penerangan kepada pelajar SMA di Jawa
Barat tentang SUTT/SUTET, dan melaksanakan sosialisasi bahaya layang-layang di
daerah Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur
b.
Community
Services
Program bantuan dalam kegiatan ini
berkaitan dengan pelayanan masyarakat atau kepentingan umum. Kegiatan yang
dilakukan selama tahun 2011, antara lain memberikan:
·
Bantuan
bencana alam.
·
Bantuan
peningkatan kesehatan di sekitar instalasi PLN, antara lain di Kelurahan
Asemrowo, Surabaya yang berada di sekitar SUTT 150kV Sawahan-Waru.
·
Bantuan
sarana umum pemasangan turap untuk warga pedesaan di Kecamatan Rumpin –
Kabupaten Bogor, Jawa Barat serta bantuan pengaspalan jalan umum di Bogor –
Buleleng, Bali.
·
Bantuan
perbaikan sarana ibadah.
·
Operasi
Katarak gratis di Aceh, Pekanbaru, Jawa Barat, dan kota lainnya di Indoenesia.
·
Bantuan
Sarana air bersih.
c.
Community
Empowering
Kegiatan ini terdiri dari
program-program yang memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk
menunjang kemandiriannya. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
·
Bantuan
produksi dan pengembangan pakan ikan alternatif di sekitar SUTET, bekerja sama
dengan Fakultas Pertanian UGM.
·
Bantuan
alat pertanian kepada kelompok tani Ngaran Jaya Kabupaten Kulonprogo, Jawa
Tengah.
· Bantuan
pengembangan budi daya pertanian pepaya organik untuk komunitas di sekitar
Gunung Merapi Yogyakarta yang bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
·
Bantuan
pengembangan pola tanam padi SRI produktivitas tinggi
·
Bantuan
pelatihan pengembangan budi daya tanaman organik di sekitar instalasi PLN
·
Pemberdayaan
anggota PKK Asemrowo, Surabaya.
·
Program
budi daya jamur tiram masyarakat Desa Umbul Metro, Lampung.
·
Bantuan
Pelatihan budidaya rumput lain di Kalimantan Timur
·
Bantuan
Pelatihan kelompok tani tambak ikan tawar Danau Sentani, Papua
·
Pelatihan
manajemen UKM dan Kiat-kiat pengembangan UKM di Papua
·
Pelatihan
manajemen pemasaran dan keuangan bagi pengrajin souvenir khas Papua
·
Penyuluhan
pertanian untuk petani di Genyem, Papua
·
Pemberian
bibit coklat masyrakat dibawah ROW P3B Sumatera
Sumber :
http://www.potretakuntansi.xyz/2015/09/pengungkapan-corporate-social.ht